Setelah tinggal mandiri di apartemen, aku dan suami menyadari bahwa anak kami, Kara, bisa dibilang cukup unik. Banyak hal-hal yang tidak biasa di Kara. Sensitif dan cenderung takut dengan suara, tidak suka ada di kerumunan teman sebaya/ tidak ingin bergabung dengan anak lain saat di playground apartemen. Serta tidak suka disentuh orang lain. Itu beberapa contoh aja, kalau di list down sebenarnya cukup banyak.
Pada momen inilah, aku dan suami memutuskan untuk cek tumbuh kembang Kara, apalagi Kara belum bisa ngomong dengan banyak kata yang harusnya sudah mulai dikuasai (ya, at least 10 kata deh) di usianya yg pada bulan Januari adalah 20 bulan. Untungnya, suami selalu support apapun tentang anak. Kami juga lebih punya kebebasan mau bawa Kara ke sana kemari, karena tinggal sendiri. Lain, kalau mungkin masih tinggal sama orang tua kan pasti muncul omongan "dulu kamu juga gitu, lama.." "nanti juga ada waktunya dan bisa sendiri...".
Ya, itu kan dulu. Masa dalam kurun waktu 28 tahun sejak aku lahir ga ada perubahan dalam bidang kedokteran dan tumbuh kembang anak? Aku dan Anggi juga ga mau terlambat jikalau memang Kara mengalami 'sesuatu''. Akhirnya setelah mencari-cari, kami memutuskan untuk ke RS Columbia Asia Pulomas untuk menemui dr. Ivan Widjaja Sp.A. Setelah aku cari tau, dr. Ivan ini merupakan dsa dengan sub spesialis neurologis yang biasanya juga menangani anak berkebutuhan khusus.
Singkat cerita, kami visit ke dokter Ivan yang antriannya cukup panjang dan lama. Sepertinya yang ke dokter Ivan memang rata-rata untuk cek tumbuh kembang, karena aku sempat dengar dari luar juga anak lain yang ada di dalam diajak bermain dan interaksi.
Tiba lah saat kami masuk menemui dr Ivan. Aku dan suami menceritakan hal-hal yang tidak umum kami temukan di Kara. Dokter Ivan mendengarkan cerita kami dengan seksama dan memberikan penjelasan yang cukup menenangkan.
Katanya, Kara ga autis kok.
Tau dari mana? Padahal belum diperiksa.
Jadi, selama kami 'curhat', Kara duduk di pangkuan aku, pegangan baju dengan sangat erat, tapi fokus matanya lurus ke dokter Ivan. Ga berpaling. Kata dokter Ivan, anak autis cenderung cuek, ga mau menatap orang dan fokus seperti Kara. (ini dalam kondisi dr Ivan ga nyapa kara sama sekali ya dari awal datang, karena kami udah bilang di awal, kara kalau ditempat baru dan lsg disapa sama orang asing lsg ngereog)
Kara ini contoh anak pandemi. Tapi yang levelnya udah sangat ekstrem. Takut berlebihan. Secara verbal juga mungkin jadinya kurang dan bisa jadi ada sensory disorder.
Kara tetap di tes ga? Jawabannya: NGGAK. Karena ga bisa. 😂 Lah, pas dokter Ivan say hi doang aja Kara lsg rewel, ga nyaman.
Bahkan dr. Ivan bilang, "ini sih anaknya ga bisa di tes bu. Nempel banget sm ibu kan. Ga bisa kalo di tes sekarang. Coba saya rujuk aja ya ke Ibu Feka, Psikolog, untuk DIR Floor Time. Atau saya kasih rujukan juga ke Anakku Check My Child Kayu Putih untuk terapi SI (Sensori Integrasi)."
Kira-kira itu sih, sebenernya udah agak lupa, karena ke dokter Ivan tuh udah sebulan lalu (13 Januari). Tapi garis besarnya seperti itu.
Oh iya, setelah bertemu dengan dr. Ivan aku dan suami sepakat membawa Kara ke psikolog. Cerita lanjutan menyusul yaaa..
Regards,
Posting Komentar