Kabar Baik di 2020: Kehamilan Pertama


Banyak yang menganggap bahwa tahun 2020 menjadi tahun penuh cobaan, rintangan, dan tidak kondusif untuk menggapai mimpi dan resolusi yang telah dicita-citakan sebelumnya. Memang, kenyataannya pandemi membuat ruang gerak menjadi terbatas tapi bukan berarti tidak membawa kebahagiaan sama sekali, kan?

Awal tahun 2020, aku melangsungkan pernikahan meski harus menjalani kehidupan pernikahan secara Long Distance Marriage (LDM). Selama 6 bulan pernikahan kami hanya bertemu 3 kali, itupun hanya berdurasi 3-4 hari saja. Hingga pada bulan Agustus saya memutuskan untuk WFH selama 2 minggu di Kendari. Keputusan berani karena masih dalam masa pandemi tapi saya sangat ingin mengunjungi tempat suami bekerja.




Hingga akhirnya pada bulan September awal ada kabar baik yang kami terima dari Sang Pencipta. Test pack bergaris dua samar yang membuat kami berdua mengharu biru bersama di layar ponsel. Saat pasangan lain bisa saling berbagi suka dalam tatap mata dan peluk hangat, kami hanya bisa berkomunikasi dari layar ponsel dengan videocall. Sedih tapi memang itulah kenyataannya.

Masa kehamilan saya ternyata tidak mudah. Mual berat dan muntah setiap mencium bau masakan. Saya yang awalnya tinggal di rumah mertua pun akhirnya meminta izin pada suami untuk tinggal bersama orang tua. Berat sekali kala itu jika harus tinggal di rumah mertua dan saya tidak bisa keluar kamar sama sekali karena sirkulasi udara yang kurang baik, rasanya bau masakan itu terjebak 24 jam di dalam rumah.

Tinggal di rumah orang tua, sirkulasi udara memang lebih baik. Anggota keluarga juga lebih ramai. Lengkap dengan papa, mama, dan kedua adik. Meski demikian mual dan muntah memang tidak bisa dihindari. Aroma masakan, foto makanan, bahkan saat ditanya dan diminta memikirkan mau makan apa, saya bisa langsung mual. Tidak hanya itu, aroma sampo, sabun, parfum, dan lainnya yang terlalu wangi pun rasanya bikin saya mual dan pusing. Hal ini saya alami pada minggu ke-5 sampai minggu ke-15.

Rasanya berat tapi bukan berarti saya tidak mensyukuri sebuah nyawa dalam perut. Doa untuk keselamatan dan pertumbuhan janin dalam perut pun tidak henti saya panjatkan. Tidak lupa untuk selalu berkabar dengan suami, menceritakan perkembangan janin, mengajak ngobrol, dan bertukar mimpi dan harapan untuk anak kami kelak.

Tiga USG pertama saya diantar oleh mama dan papa (tepatnya pada minggu ke-4, minggu ke-6, minggu ke-8). Hingga akhirnya suami bisa pulang sekitar 10 hari bertepatan dengan jadwal USG berikutnya di minggu ke-12. Berbeda sekali rasanya diantar USG oleh suami. Lebih deg-degan dan antusias untuk melihat calon bayi dalam perut saya. 

Dokter Purbo pun jauh lebih komunikatif melihat kami si pasangan muda dengan calon anak pertama dibandingkan saat saya datang bersama mama. Saat USG berlangsung kami terkejut dengan janin yang mulai terbentuk jelas, padahal sebelumnya masih berupa gumpalan titik saja. Bahkan janin dalam perut saya sudah aktif bergerak. Jantungnya pun terlihat berdetak dengan jelas. Rasanya bahagia sekali dan terasa sulit untuk digambarkan. Suami bahkan menitikkan air mata melihatnya secara langsung. Setelahnya, kami berdua masih terus membicarakan proses USG yang masih teringat jelas dalam pikiran kami.

2 hari setelah USG kami harus melanjutkan LDM karena suami harus kembali bekerja di Kendari. Saya mengerti alasan suami istri sebaiknya tinggal berdekatan. Saya juga paham bahwa di masa kehamilan kehadiran suami menjadi sangat penting. Jika memang bisa, saya juga tidak ingin LDM. Tapi saya yakin, Sang Pencipta menganggap bahwa saya dan suami masih sanggup untuk menjalaninya. Walau terkadang saya merasa iri dengan mereka yang tidak perlu LDM, namun bisa saja mereka tidak sama kuatnya seperti saya dan suami bukan?

Saat ini yang bisa saya lakukan hanya berdoa dan berusaha yang terbaik untuk janin di dalam perut saya. Tidak melewatkan hari untuk berkomunikasi dengan suami. Sehingga kami tetap terasa dekat dan selalu ada untuk si janin.

Terima kasih untuk suami yang selalu sigap mendengarkan keluh kesah dan tidak henti bertanya kabar pada sang istri dan si janin. Kami mungkin bukan pasangan yang sempurna tapi kami akan selalu berusaha menjadi orang tua terbaik untuk anak kami.


Regards,
Cynda

Posting Komentar

Instagram

Cyndaadissa. Theme by BD.